Monday, November 10, 2008

Pemuda, di Mata Intelektual & Moral


Teks Sumpah Pemuda yang dahulu dibacakan oleh para pemuda Indonesia, seakan-akan menegaskan bahwa pemuda adalah aspek terpenting bagi kehidupan bernegara, karena pemuda merupakan tiangnya negara yang mesti siap menahan tonggak kesejahteraan bangsanya. Jika moral dan intelektual pemuda tidak bisa memberikan banyak pengaruh terhadap kemajuan bangsa, maka kondisi bangsa tersebut tinggal menunggu keterpurukannya. Tetapi keterpurukan ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh para pemuda, akan tetapi para orang tuapun ikut andil di dalamnya, karena orang tua adalah pengayom dan tauladan bagi para pemuda. Jika orang tua memberikan tauladan yang jelek kepada mereka, maka mereka akan mengikutinya juga, sehingga keterpurukanpun terus berlangsung hingga adanya reformasi pemikiran dan moral.
Perjalanan setiap generasi dalam suatu bangsa tidak akan pernah terputus, keberlangsungan generasi tidak hanya berkutat di dalam pertumbuhan penduduk dunia, akan tetapi akan sampai memasuki zona keberlangsungan moral dan intelektual manusia. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh jaman dan perubahan pola pikir manusia yang semakin hari semakin pesat laju perkembangannya. Adapun keberlangsungan ini tidak akan terlepas dari dua mata rantai generasi, yaitu orang tua dan pemuda.
Pemuda adalah generasi kedua yang akan menggantikan generasi pertama (baca: orang tua), oleh karena itu tauladan generasi pertama sangatlah berpengaruh bagi kemajuan bangsa di masa mendatang. Jika semakin banyak taudalan “Jiwa Perusak” yang diberikan generasi pertama kepada generasi kedua, maka kerusakan akan melanda suatu bangsa, bahkan kerusakan itu bisa berskala lebih besar lagi. Suatu adagium mengatakan “Guru kencing berdiri, Murid kencing berlari” adalah sering terjadi, karena yang diberikan kepada para murid hanya berbentuk pengajaran semata, tidak memberikan “pendidikan/Tarbiyah”. Padahal dengan tarbiyah ini tidak hanya bisa mengubah kemunduran intelektual pemuda, akan tetapi juga bisa mengubah kebejatan moral para pemuda.
Jika mengenang kembali peran pemuda pada jaman penjajahan, kita akan kembali mengingat kebesaran jiwa dan pengorbanan para pemuda bagi kemerdekaan bangsa dan bagi pertahanan aqidah mereka. Mereka tidak hanya mengandalkan fisik untuk melawan penjajah, akan tetapi merekapun menggunakan intelektualitas demi mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Jiwa intelektual mereka bukanlah berdiri di atas genangan air, akan tetapi jiwa intelektual mereka berdiri di atas tonggak moral yang dididik langsung oleh pendidikan Islam. Dan yang terpenting adalah, mereka memiliki kesatuan sasaran musuh yang mesti dihadapinya, yaitu “Penjajah”, sehingga gerak perjuangan mereka menjadi lebih jelas.
Mari kita tinggalkan nostalgia perjuangan pemuda dahulu, sekarang kita meneliti sejauh mana peran para pemuda abad ini dalam membangun bangsanya. Kita akan mengukur mereka dengan dua hal, yaitu Intelektual dan Moral, sebagaimana kita telah mengukur pengorbanan para pemuda pada jaman penjajahan dengan dua hal tersebut. Karena, dengan Intelektual dan Moral orang bisa lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang bodoh dan amoral, dan hal ini sedikit-banyak akan mempengaruhi stabilitas kesejahteraan suatu bangsa. Kedua hal ini tidak bisa dikesampingkan salah satunya, karena keduanya saling berkaitan erat dalam meraih kesuksesan. Jika intelektual saja yang dicari, maka ia tidak jauh layaknya robot yang pintar, dan jika moral saja yang dipupuk maka ia akan terus diperbudak oleh robot.
Para pemuda pada abad ini telah memasuki era pasar bebas yang memiliki berbagai penunggang. Baik penunggang yang memiliki tujuan baik ataupun buruk, dan pasar bebas ini akan semakin menguntungkan bagi globalisasi negara adi kuasa, dari pada negara yang masih melakukan dekonstruksi ekonomi dan perpolitikan. Oleh karena itu, segala produk barat yang berupa komoditi dan yang berupa immaterial, yaitu kebudayaan dan pemikiran-pemikiran asing, begitu mudah memasuki ranah masyarakat Indonesia, karena rakyat Indonesia masih memiliki jiwa konsumen. Jiwa ini muncul karena kurangnya penggodokan dari generasi pertama kepada generasi kedua mengenai Intelektual dan Moral, akhirnya budaya barat –yang bertolak belakang dengan budaya Indonesia– dapat menguasai pemikiran dan akhlaq/moral para pemuda.
Hal di atas malah menjadi “penjajahan baru” bagi bangsa Indonesia, mereka dijajah dengan pemikiran dan dengan moral Barat. Para pemuda menjadi megalomaniak dengan memakai budaya Barat, dan seakan-akan budaya Barat menjadi hal yang mengikuti kemajuan jaman. Tawuran mereka jadikan ajang kepahlawanan, sampai-sampai dua puluh satu sekolah di Jakarta kegiatan diluar sekolahnya hanya melakukan tawuran. Hubungan intim diluar nikah menjadi trend para ABG, Sahara Indonesia Foundation mengumumkan hasil polingnya bahwa sedikitnya 38.288 remaja di Kabupaten Bandung diduga pernah melakukan hubungan intim atau seks bebas diluar nikah (Sabili. 27 Agustus 2004 hal. 60). Angka poling ini laksana gunung es, yang hanya terditeksi bagian atasnya saja sedangkan yang tidak terditeksi masih banyak lagi .
Serangan pemikiran (Ghazwul Fikri) dan serangan kebudayaan (Ghazwuts Tsaqâfi) akan terus-menerus dilancarkan oleh Barat, sedangkan pemuda Indonesia akan terus menerima serangan tersebut, jika jiwa konsumer dan kebodohan masih dipegang kuat oleh mereka. Serta, penjajahan pemikiran dan penjajahan kebudayaan ini akan terus berlangsung, jika para generasi pertama tidak memberikan pendidikan dan tauladan yang baik bagi mereka. Padahal, para pemuda dahulu bisa tetap kuat dalam hal pemikiran dan moralnya, karena masih memegang kebudayaan Indonesia yang lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran Islam.Oleh karena itu, generasi saat ini mesti memiliki jiwa intelektual dan moral yang tinggi, serta mesti menghapus jiwa konsumerisme dan menggantinya dengan memberikan kontribusi yang baik kepada negara berupa intlektual dan moral. Serta yang terpenting adalah, memiliki kesatuan sasaran musuh yang akan dihadapi, yaitu; "Keterpurukan Intelektual dan Degradasi moral bangsa". Pengajaran ini sudah tercakup dalam satu agama, yaitu agama Islam. Sebab itu, peganglah Aqidah kita jangan sampai terlepas, agar kita menjadi generasi pengganti bukannya generasi yang diganti. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum (sebagai pengganti) yang Allah mencintai mereka, dan merekapun mencintai-Nya…..” (QS. Al Mâidah: 54).

No comments: