Monday, November 10, 2008

Kebutuhan Primer Suatu Bangsa


Manusia diciptakan Allah Swt dengan memiliki dua kecenderungan fitrah yang saling bertolak belakang, yaitu sisi Fujur (fasik) dan sisi Taqwa. Setelah manusia lahir ke dunia, dialah yang berperan menentukan ke arah mana yang akan dia tuju, ke sisi fujur kah atau taqwa kah ?. Kemanapun yang dia tuju, dia tetap berada dalam jalur fitrahnya.
Disamping itu, manusia adalah makhluq sosial yang tidak akan bisa hidup dalam kesendirian. Ketika bersosialpun manusia tetap berada dalam bayang-bayang fujur dan taqwa, juga terdorong oleh kebutuhan akan kedamaian dan ketentraman. Dalam mencapai kebutuhannya tersebut, manusia tinggal memilih apakah akan mencapainya melalui jalur fujur atau jalur taqwa ?. Merupakan hal yang merugi jika manusia lebih memilih jalur fujur sebagai jalan hidupnya. Jalur ini sudah biasa digunakan para koruptor, pembunuh, pemerkosa dll.
Dari rangkaian kejadian tadi, lahirlah rasa ingin hidup teratur, tentram dan damai, yang tidak disandari oleh penjajahan-penjajahan hak manusia. Keinginan ini terbukti dengan adanya pembentukan peraturan bersama, seperti gotong-royong, musyawarah, hukum yang terorganisir dll.
Apakah cukup berhenti disini demi tercapainya kedamaian dan kesejahteraan?, tidak. Sebab peraturan-peraturan ini tidak akan berjalan dengan baik jika tidak memiliki satu kekuatan yang bisa mempertahankan dan memimpin peraturan tersebut. Kekuatan yang dimaksudkan adalah "Pemimpin", karena seseorang bisa disebut sebagai pemimpin jika bisa mempengaruhi masyarakat dan bisa mengendalikan tatanan kehidupan bermasyarakat. Dari sini bisa diketahui, bahwa munculnya pemimpin karena adanya kebutuhan fitrah manusia.
Rasa ingin dipimpin ini telah timbul dan nampak di berbagai aspek kehidupan manusia, baik itu kehidupan bernegara (Presiden), bertetangga (RT), berkeluarga (RK), sampai-sampai di bangku sekolah (KM). Sebab, adanya pemimpin ini bukan lagi sebagai suatu keharusan, melainkan sebagai kebutuhan bagi keberlangsungan hidup manusia. Tetapi, manusia seringkali ditunggangi kecenderungan fujurnya, sehingga merasa hanya dirinya yang lebih berkompeten untuk menjadi seorang pemimpin (haus kekuasaan).
Bagaimana jika manusia tidak memiliki seorang pemimpin?, tidak diragukan lagi, akan adanya penjajahan terhadap hak-hak orang lain diberbagai aspek kehidupan. "Kebebasan" manusia tidak terkendali, dan keamanan menjadi barang yang sangat mahal bagi manusia.
Oleh karena itu, manusia mesti memilih seorang pemimpin yang bisa mengatur tatanan hidup bermasyarakat. Sedangkan tugas masyarakat adalah bersikap selektif dalam memilih orang yang akan memimpinnya. Karena jika sampai terjadi kesalahan dalam memilih pemimpin, itu akan menjadi bumerang kehancuran bagi masyarakat sendiri.
Al Mawardi menjelaskan bahwa "wajib bagi pemilih untuk mengetahui perilaku dan sifat-sifat orang yang akan dipilihnya", ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih pemimpin. Lanjutnya, "perilaku dan sifat yang mesti dikenal oleh para pemilih adalah sifat dan perilaku yang berhubungan dengan masalah leadership (kepemimpinan)". Jadi, calon pemimpin yang bijak adalah orang yang bersikap transparan (tidak memakai topeng kepribadian) di hadapan masyarakat.
Sifat dasar (yang nampak) yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin adalah, sifat kepemimpinan yang sukses di lingkungan keluarganya. Jika dalam lingkungan keluarganya saja sudah berantakan, maka apa yang akan terjadi jika dia memimpin suatu Negara?!. Padahal, lingkungan keluarga ini adalah miniatur sebuah negara yang mesti memiliki kekuatan demi terciptanya kemapanan pemerintahan di suatu negara. Sifat inilah yang inilah yang diperintahkan Allah kepada rasul-Nya (QS. Asy Syura: 214), dan mesti di contoh oleh para pemimpin sekarang ini.
Dalam jiwa pemimpin setidaknya mesti memiliki tiga sikap global penting yang bisa membantu dirinya dalam mengatur yang dipimpinnya, ketiga sikap global tersebut yaitu:
1. Tauhidullah.
Seorang pemimpin mesti memiliki jiwa ketauhidan yang tinggi, sehingga semua yang dilakukannya menjadi terarah pada satu tujuan, yaitu tujuan "Lâilâha illallâh" (tiada Tuhan selain Allah), Dia lah Raja dari segala raja (Mâlikul mulk).
Dengan memiliki sikap tersebut, segala tindakan seperti; KKN, kesewenang-wenangan, diktator dan tindakan lain yang bisa merugikan rakyat, akan sulit dilakukan. Karena dirinya merasa diawasi (ihsân) dan takut jika "Laporan Pertanggungjawabannya" gagal di hadapan Rabbnya.
2. Risalah
Seorang pemimpin mesti memiliki sikap layaknya Rasulullah Saw, atau setidaknya berusaha menuju kearah sana. Karena model kepemimpinan Rasulullah ini adalah model kepemimpinan yang paling sukses disepanjang sejarah kehidupan manusia, sehingga ajarannya diterima dengan lapang dada oleh berbagai kalangan masyarakat.
3. Khilafah
Seorang pemimpin mesti memiliki sikap kepemimpinan yang matang, sehingga dia dapat mempengaruhi tatanan hidup masyarakat yang terkendali, aman dan sejahtera.

Ketiga sikap global ini memiliki interdependensi yang kuat antara satu dengan yang lainnya. Jika sampai memiliki kecacatan di salah satu sikap global tersebut, maka bisa berpengaruh buruk bagi sikap lainnya. Hal ini sejalan dengan Abu Al A'la Al Maududi yang berpendapat bahwa "Tidak ada suatu individu, dinasti ataupun kelas yang bisa disebut Khalifah (Pemimpin), kecuali dengan persyaratan bahwa wewenang khilafah (pemerintahan perwakilan. IKN) dipegang oleh seluruh rakyat, yang bersedia memenuhi persyaratan "Perwakilan" (Khilafah), setelah mereka menerima prinsip-prinsip Tauhid dan Risalah. Serta mereka telah memenuhi persyaratan-persyaratan khilafah yang ditentukan oleh kedaulatan Tuhan".Kapankah pemimpin yang memiliki sikap global di atas ada di bumi Indonesia?!. Jawabannya ada pada Anda yang akan menentukannya pada pemilihan presiden kali ini. Jika Anda salah dalam memilih, maka tunggulah bumerang kehancuran di bumi Indonesia. Akan tetapi jika para calon kali ini tidak memiliki ketiga sikap global di atas, maka pilihlah pemimpin yang paling mendekati ketiga sikap tersebut.

No comments: