Monday, November 10, 2008

Kebebasan Yang Tak Berarti Kebablasan

Sebelum Islam, masyarakat dahulu bergerak sesuai keinginan penguasa. Peperangan yang mereka ikuti bukan untuk membebaskan mereka, tapi malah memenjarakan mereka ke tangan-tangan pembesar kabilah. Perbudakan merajalela, dekadensi moral memperdaya rakyat lapisan bawah (Grass root), hak-hak wanita diperkosa sampai batas tidak manusiawi. Di saat itulah, cahaya hadir menerangi hati-hati yang sudah muak dengan kondisi seperti ini. Muhammad Saw. diutus untuk membebaskan jiwa-jiwa yang terhimpit hawa nafsu, dan menempatkan kembali fitrah manusia dengan memberikan dua kabar dari langit, yaitu Basyîran wa Nadzîran (QS. Al Furqân: 56).
Sudah sunnatullâh, dunia tidak akan statis dalam satu kondisi saja, maka jika ada kejahatan akan datang kebaikan, keterpurukan akan datang kebahagiaan, dan penjajahan akan datang pembebasan. Perputaran ini akan terus berlangsung, selama hawa nafsu dan ketaqwaan masih menghuni tubuh-tubuh manusia. "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (QS. Asy Syams: 9-10), maka jelas, orang-orang yang menempatkan hawa nafsunya di hati dengan melakukan perbudakan dan penjajahan kepada orang lain, mereka akan merugi. Tapi, di bagian manusia lain yang menempatkan ketaqwaan di hatinya, akan datang untuk membebaskan mereka dari penjajahan tersebut.
Kebebasan tidak akan lepas dari hak-hak asasi, karena kebebasan itu sendiri yang membela hak asasi. Sebagaimana hak asasi, kebebasan tidak bisa diartikan tanpa batasan. Karena kebebasan yang tanpa batas tidak sesuai dengan keinginan hati nurani manusia. Dan kebebasan seperti ini telah ditunggangi hawa nafsu yang tidak melihat hak-hak asasi di luar dirinya, malahan inilah yang menyebabkan timbulnya penjajahan. Sehingga perlu ditegaskan kembali makna kebebasan yang sesuai dengan akal sehat, yaitu kebebasan yang menjunjung keamanan manusia di saat mengapresiasikan hak-haknya, serta kebebasan yang dibatasi oleh aturan-aturan suci.
Dengan demikian, kebebasan itu mesti dibatasi oleh hak-hak lain dan oleh aturan-aturan suci (Syari'at). Hak asasi tidak dibatasi hanya sampai hak manusia saja, tapi mencakup hak-hak makhluq lainnya, dan tidak kalah pentingnya adalah hak Allah atas hamba-Nya. Adapun aturan-aturan suci (Syari'at) tidak lain mesti datang dari Sang Pencipta alam semesta, Allah Swt., karena Dia yang lebih mengetahui fitrah ciptaan-Nya. Apakah kita tidak melihat bagaimana barisan itik berjalan dengan rapi karena diatur oleh manusia?, dan bagaimana jika itik sendiri yang mengatur diri mereka sendiri?, setiap itik akan berjalan sesuka hatinya. Maka kehidupan manusiapun akan berjalan dengan baik jika yang mengatur adalah Penciptanya, bukan dengan peraturan manusia yang dapat dimanipulasi sekehendak hati.
Saya berikan contoh tentang tindak penyelewengan hak dan kebebasan. Pada suatu hari, Si Udin menasehati Otoy agar segera bertaubat dan menghentikan kebiasaan berzinahnya, lantas si Otoy membentak "Ini hak privacy saya, kamu tidak boleh ikut campur!. Saya bebas melakukannya selama tidak menggangu orang lain!". Jika saja kebebasan dan hak asasi sesuai dengan persepsi si Otoy, maka kemerosotan akan merasuk ke semua lini kehidupan. Si Otoy tidak menyadari bahwa Udin lebih memiliki hak asasi untuk menasehati, karena kebebasan dan hak asasi Otoy sudah menyalahi aturan Allah Swt. Atau kejadian lainnya, tentang penghinaan Friedrich Nietzsche kepada Tuhan dengan ucapannya "Tuhan sudah mati", atau kata-kata Karl Marx tentang agama, dia menyatakan bahwa agama tak lebih dari sekedar candu yang diberikan kaum borjuis untuk meninabobokan kaum proletar. Kelaliman seperti ini mereka katakan sebagai "Kebebasan berpendapat", padahal ini adalah pelecehan dan kemusyrikan terhadap hak-hak Tuhan.Saya rasa tidak bombastis jika dikatakan bahwa hanya Islam yang memiliki konsep kebebasan yang menjunjung humanisme, sebab kebebasan dalam konsep Islam mencakup berbagai aspek kehidupan yang berarti pembebasan pikiran dari takhayul dan keragu-raguan, pembebasan diri dari kekafiran, pembebasan jiwa dari dosa dan curang, pembebasan diri dari penindasan dan rasa takut, dan pembebasan segala-galanya dari kekacauan dan kemerosotan. Dengan kebebasan seperti ini dapat menghormati arti kemanusiaan dan dapat membedakan antara kebebasan versi Islam dengan versi setan.

No comments: